Cerpen :
SUDAH
BIASA
Brak !#
Pintu kamar dibanting keras dari dalam. Indah berjalan pelan ke
arah kedua orang tuanya yang menatapnya tajam. Telivisi yang tadi menyala kini
mati. Suhu udara di dalam rumah tiba-tiba menjadi dingin. Tapi indah tetap
berjalan. Wajahnya putih pias dan menyiratkan tengah memendam amarah. Tubuhnya
bergetar sehingga langkahnya terasa berat.
“Bu, Indah ingin bercerai.” Kalimat itu keluar dari bibirnya
yang gemetar. Tapi bagaikan sambaran petir di telinga orang tuanya. Terutama ibunya yang telah melahirkan putri bungsunya itu dengan penderitaan yang luar biasa dan merawatnya hingga dewasa.
yang gemetar. Tapi bagaikan sambaran petir di telinga orang tuanya. Terutama ibunya yang telah melahirkan putri bungsunya itu dengan penderitaan yang luar biasa dan merawatnya hingga dewasa.
“Ce..ce..rai?!” Ibu Indah terlihat syok menatap putrinya
dalam-dalam. Matanya merah kecewa. Namun berusaha tetap tenang. Bapak indah
menarik napasnya dalam-dalam. Meskipun menjadi wali di pernikahan itu, beliau
tampak tidak merasa bersalah. Hanya penyesalan kini menggelayut jiwanya. Beliau
memang tidak pernah menginginkan pernikahan itu terjadi. Melihat usia Indah
yang belum sampai tujuh belas masih dalam proses pendewasaan. Dan beliau tahu
betul sifat manja putri yang terakhir lahir dari dalam rahim istrinya itu.
Betapa tidak manja sebagai anak bungsu Indah mendapat seluruh kasih sayang dari
orang tua dan keenam kakak-kakaknya. Setiap keinginannya selalu terlaksana.
Segala kebutuhannya senantiasa terpenuhi. Indah dibesarkan dalam kasih sayang
yang terlalu berlebihan.
“Iya, Bu. Indah ingin cerai. Indah dan Deni tidak bisa bersama
lagi.” Kata-kata indah dingin tapi ringan. Sepertinya perceraian adalah hal
mudah baginya. Dia berpikir tidak ada bedanya dengan memutuskan pacar. Seperti
pacaran jika tidak ada kecocokan lagi ya sudah bubar. Selesai.
“Tidak bisa Indah. Kamu kan...”
“Iya Indah tahu. Mau baru sehari, seminggu, atau sebulanpun
pokoknya Indah ingin bercerai. Titik!.” Indah menghempaskan tubuhnya di atas
kursi. Menelisik satu persatu wajah orang tuanya. Keputusannya sudah bulat.
Tidak peduli dengan tatapan menusuk mereka.
Bapak melipat koran bekas yang sedari tadi dia pegang urung dibaca.
“Sudahlah, Bu. Ikuti saja keinginannya.” Melemparkannya ke atas tumpukan koran
bekas lainnya dengan keras. “Dia kan anak kamu!”
Ibu Indah tidak mengerti kenapa Indah mendadak meminta cerai dari
suaminya. Padahal selama ini hubungan mereka tampak baik-baik saja. Sebagai
pasangan muda bahkan mereka membuat iri orang-orang yang melihatnya.
“Kamu ini kenapa, Indah? Apa Deni memukul kamu? Apa terjadi
sesuatu?” Ibu mendekati Indah. Tapi Indah menolak tangan ibunya. Sehingga
ibunya hampir terlempar.
“Pokoknya Indah ingin cerai! Ibu tidak usah tahu alasannya!”
Baru tiga minggu usia pernikahan Indah. Tapi hari ini disaat seharusnya
diwarnai kebahagiaan bulan madu dia ingin memutuskan ikatan syakral penyempurna
agama itu. Padahal masih jelas teringat acara pernikahan tiga minggu kebelakang
di mata para tetangga. Pernikahan agung telah digelar. Resepsi termewah yang
pernah ada di kampung ini. Segala bentuk pertunjukan. Upacara-upacara adat
sunda dalam pernikahan dilaksanakan. Membuat seisi kampung beramai-ramai datang
untuk menyaksikan setiap acara yang digelar.
Tapi ini tidak mudah. Jelas tidak mudah. Apa yang akan diguncingkan
orang-orang besok jika hal ini terjadi. Dada ibu Indah terasa sesak. Dia mulai
kehilangan keseimbangan dirinya. Hanya bisa bersandar lemas pada kursi.
Tiba-tiba dari kamar Indah keluar seorang laki-laki. Dengan menggendong tas di
pundaknya. Ibu Indah melihatnya sambil menangis. Indah memalingkan mukanya
seakan mengusirnya untuk jauh-jauh dari pandangannya. Lalu Bapak berdiri dan
menghampiri Deni.
“Pa, Deni pulang dulu ya.” Deni mengangkat mulut sebelum mertuanya
itu bicara.
“Ada apa? Sudah malam. Apa lebih baik besok saja.”
“Tidak bisa, pa. Harus sekarang.” Deni menyalaminya. Melirik Indah
sesaat.
Bapak hanya berpura-pura mencegahnya. Karena beliau juga berharap
Deni mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bukan tidak sayang pada putrinya.
Justru dia sangat menyayanginya. Akhirnya Deni pergi.
Awalnya, Deni tidak ingin cepat-cepat menikahi Indah. Melihat usia
mereka masih sangat dini. Orang tuanya pun melarang. Tapi Indah memaksa untuk
segera menikahinya. Deni sudah mulai curiga. Tapi dia sangat mencintai Indah.
Dan cinta yang tidak dilandaskan agama itu telah menipu dirinya.
Pernikahan dini memang menjadi sebuah pertentangan dalam
masyarakat. Pro-kontra terjadi antara yang paham dan tidak akan hikmah dari
syariat agama itu. Deni sendiri mendapat pertentangan dari keluarganya. Latar
belakang kehidupan anggota keluarga yang bervariatif menimbulkan sedikit
kekacauan.
“Ibu takut kamu tidak bisa menafkahi Indah. Pekerjaan kamu hanya
sebagai buruh. Upahnya juga kecil. Ibu tidak ingin melihat kamu sengsara, jang.”
Sebelum memutuskan untuk melakukan lamaran Deni berkumpul dengan
keluarga besarnya. Untuk merundingkan apa langkah yang terbaik dalam menanggapi
permintaan Indah yang ingin segera dinikahi. Sebagian besar dari mereka
menghawatirkan kehidupannya nanti setelah menikah. Deni juga sempat berpikir
jika pekerjaan kecil yang digelutinya tidak akan cukup menafkahi keluarganya
nanti.
Sebagian keluarganya yang mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan lebih tinggi sangat menyayangkan kesempatan emas yang masih dimiliki
Deni. Mereka ingin Deni melanjutkan pendidikannya agar bisa meraih kesempatan
mendapat kehidupan yang lebih baik.
“Kalau menurut paman, lebih baik kamu sekolah dulu sampai kuliah.
Baru mikirin soal nikah.”
“Sekolah juga gak ada biayanya, Kang.” Ibu Deni menimpal. Beliau menoleh
pada kakaknya dengan sedikit kesal. Deni tahu Ibunya selalu merasa iri
kepadanya. Karena beliau adalah lelaki, sehingga dulu Kakek menyekolahkan
pamanya itu. Dan sekarang beliau sudah menjadi sorang pejabat.
“Kalau sedikit sih akang bisa bantu. Tapi si Deni nya gak mau.”
“Gak usah repot-repot, wak. Makasih.” Deni memang tidak pernah
berniat untuk sekolah lagi. Dia sudah merasa cukup bisa tamat SMA. Dia tidak
ingin meropotkan orang-tuanya lagi. Dia ingin bisa hidup mandiri. Pendidikan
baginya tidak penting. Yang penting adalah bagaimana mendapatkan uang dan bisa
bermain-main dengan teman-teman sejawatnya yang kebanyakan tidak lagi sekolah.
“Kang, nikahkan saja.” Adik Bapak Deni yang terakhir ikut bersuara.
“Emangnya kamu, jang? Yang dijamin hidupmu oleh para Kyai.”
“Allah yang menjamin hidup saya, kang.” Paman Deni yang masih muda
itu berkepribadian alim. Dulu dia sekolah sambil mondok di Tasikmalaya.
Kehidupannya tampak bahagia meski hanya menjadi seorang pengajar Madrasah
Diniyah. Istrinya juga cantik dan anak-anaknya shaleh dan shalehah. Beliau
nikah di usia muda. Setahun setelah lulus SMA beliau dijodohkan oleh Kyai di
pesantren tempatnya mondok.
“Kalau si Deni ini seperti kamu sih akang setuju,” Paman yang lain
tidak mau ketinggalan, “tukang main, nongkrong, ugal-ugalan gak jelas kayak dia
mah, bagaimana dia tanggung jawab sama keluarganya? Bagaimana dia memimpin
keluarganya dengan benar? Bagaimana dia menjalani pernikahan dengan baik kalau
miskin ilmunya?”
“Kan bisa belajar, kang. Asal jang Deni nya mau dan berusaha.”
Paman dari bapak itu tersenyum sinis mendengar ucapan adiknya.
“Jika dia mau. Gimana, Den?” Paman itu melempar pandang pada Deni. Deni yang
sudah malas belajar sejak SMA hanya mengangkat bahu. Yang dia tahu belajar itu
hanya di sekolah. Di luar sekolah tak ada yang harus dipelajari. Dan dia merasa
aneh jika nikah itu juga ada ilmunya.
“Sebenarnya penikahan seseorang adalah sebuah tanggungjawab kita
sebagai keluarga dan juga masyarakat,” Paman muda yang guru Madrasah Diniyah
itu bersuara lagi, “Allah memerintahkan kepada kita untuk menikahkan
orang-orang yang masih lajang, masih sendiriaan di antara kita, sebagaimana
tertera dalam Al-Qur’an surat An-Nur Ayat 32: “Dan nikahkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang layak menikah dari sahaya
kalian yang laki-laki dan perempuan. Jika keadaan mereka faqir, Allah akan
membuat mereka kaya dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.”
“Dan dari riwayat shahih dahulu pada masa pemerintahan Islam, yakni
di masa Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, ada tunjangan pelaksanaan pernikahan
dan biaya hidup pasangan muda. Ini menjelaskan kepada kita bahwa sebagai
keluarga kita harus bertanggung jawab dengan masalah pernikahan anak-anak
kita.”
‘Tuh kan, pa, sudah jelas dalam Al-qur’anya.” Deni merasa mendapat
angin.
“Membiayai kamu saja bapak sudah susah. Apalagi jika ditambah
dengan istri kamu.”
“Tunggu, jang Deni. Ayat ini bukan berarti mendukung kamu atau
anak-anak muda lainya untuk berdemo kepada orang tua minta dinikahkan. Bukan
begitu. Ayat ini menekankan penjagaan para pemuda dan pemudi sebagai generasi
harapan dari gejolak-gejolak luar biasa yang sedang mereka alami di usia
lembabnya. Karena begitu pentingnya menjaga generasi maka pihak-pihak lain
tidak bisa lepas dan harus memberikan perhatian lebih.”
Semua orang diam. Mungkin mendengarkan atau tidak ceramah anak muda
yang pandai dan kharismatik itu. Tapi suaranya bisa menyihir orang-orang di
sana untuk diam itu sudah cukup. Meskipun Deni ogah-ogahan. Dia ingin
keputusannya segera agar bisa mengabari Indah yang sudah menunggu.
“Dalam ayat lain, surat An-Nisa ayat 3 tepatnya, Allah
memerintahkan untuk menikah, “Nikahilah!...” ini mengungkapkan bahwa ada
tuntutan persiapan yang matang untuk kita yang akan menikah. Untuk memberi
perlindungan, penjagaan dan pembimbingan kepada kaum wanita yang akan kita
nikahi. Fungsi ini akan berjalan sempurna jika persiapan materi, rohani dan
pikiran juga sempurna.
“Aku sudah siap.” sela Deni. Dia merasa yakin. Paman muda itu
tersenyum manis padanya lalu melanjutkan pembicaraannya.
“Tenang, jang. Islam itu seimbang. Bagi yang ingin menikah dan
belum menemukan jalannya Allah memerintahkan untuk menjaga kesucian.”
Deni harusnya bersyukur masih memiliki keluarga yang dapat
membimbingnya pada jalan yang benar. Tapi hatinya yang sedang terbuai cinta
penuh nafsu itu tidak bisa ditembus oleh nasihat dari satu pihak saja. Ditambah
lingkungan yang tidak kondusif untuk memutihkan hatinya. Selama ini dia hidup
dalam dunia realistis yang mengesampingkan nilai-nilai agama. Diapun mengenal
cinta dalam dunianya itu. Cinta yang suci itu hidup dalam kubangan lumpur.
Bukan dia yang salah memilih tempat bergaul. Tapi lingkungannya menyediakan
pergaulan yang salah.
Pada akhirnya keluarga Deni merestui. Secepatnya Deni melamar
Indah. Indah nampak bahagia karena keinginannya terkabul. Penikahan itupun
terlaksana meski harus menunggu waktu tiga bulan sejak lamaran. Isu yang
beredar di para tetangga keterlambatan itu disebabkan Indah meminta maskawin
yang besar.
Pada keesokan harinya, isu kembali beredar. Indah dan Deni bercerai
setelah tiga minggu menikah. Banyak dari mereka yang menyayangkan. Tapi dari
pihak keluarga Deni dan para tetangga sangat mensyukurinya. Mereka kecewa
dengan Indah dan keluarganya. Awalnya mereka mengira keluarga Indah baik-baik.
Hanya Indah saja yang diketahui sering pergi main dengan laki-laki dan sering
keluyuran malam-malam. Dan mereka percaya Deni bisa menjinakannya jika suda
menikah. Tapi ternyata keluarga Indah tercatat hitam di masyarakat kampung
tempat keluarga Indah tinggal.
Kakak-kakak Indah semuanya memiliki masa lalu yang hitam. Dan
sampai saat ini pun masih ada yang sering jadi gunjingan orang-orang. Ibunya
sendiri terkenal di kalangan para ibu-ibu sebagai wanita sok kaya tapi banyak
hutang. Galak pada suami dan memanjakan anak. Suaminya seorang buruh bangunan
yang pendiam dan takut pada istri. Saking pengecutnya, bapak indah tidak berani
melarang ketika ada lelaki yang datang ke rumah menemui Indah dan mengajak Indah
pergi malam-malam. Lalu istrinya malah mempersilahkan dan menyediakan tempat
untuk mereka bisa berduaan.
Deni mau menceraikan Indah setelah dia tahu jika Indah telah hamil
oleh orang lain. Saat pernikahnya baru tiga minggu usia kandungan Indah sudah
genap satu bulan. Padahal Deni sendiri belum menyentuh Indah sebelum akad nikah
dilaksanakan. Tidak bisa dipungkiri jika anak yang ada di dalam perut Indah
adalah anak lelaki lain. Dan malam itu Deni meminta kejelasan pada Indah hingga
akhirnya bertengkar. Setelah Indah jujur bahwa anak di dalam kandungannya
memang bukan hasil buah cintanya dengan Deni, Deni menjatuhkan talak yang tidak
ditolak oleh Indah. Indah berdalih jika semua ini juga karena salah Deni yang
kurang besar memberikannya maskawin. Dan lelaki yang menghamilinya telah
memberikan lebih yang tidak bisa diperolehnya dari Deni meskipun tidak bisa
menikahinya.
Lima bulan berlalu, bapak Indah tengah menguburkan tanah di kebun
miliknya. Saat itu keadaan masih gelap. Matahari belum waktunya muncul. Bapak Indah
terus mengayuhkan cangkulnya sampai tanah di depannya sedikit menggunung. Lalu
beliau mengambil enam buah batu bata. Tumpukan tanah itu di kelilinginya dengan
batu bata. Membentuk kotak persegi panjang. Sebelum pergi, bapak menatap hasil
pekerjaannya dengan penuh penyesalan. Untuk ketiga kalinya dia melakukan hal
itu. Lalu beliau pergi menuju rumahnya yang tidak jauh dari sana.
Seorang anak kecil berteriak kepada teman-temanya sambil
menunjuk-nunjuk tumpukan tanah yang dibangun bapak Indah dini hari tadi. Masih
merah dan basah.
“Ada makam, hey! Ada makam!” teriak anak kecil itu.
Perceraian tidak dilarang dalam islam. Artinya bukan yang dapat
mendatangkan dosa pada pelakunya. Hanya saja ia tidak disenangi Rasulullah.
Berbeda dengan zina yang jelas haramnya. Dan jelas zina adalah dosa besar. Dosa
yang besar itu ditambah lagi dengan dosa besar pula dengan membunuh hasil
perzinahan itu. Orang tua Indah seakan tutup mata pada apa yang telah terjadi.
Malah mereka mendukung kebejatan anak-anaknya. Tetangga sekitarpun ikut
membiarkan. Hanya bisa mengunjing dan mengolok-olok. Tanpa mereka sadari jika
mereka pun telah ikut berdosa. Para pemuka agama juga tidak kelihatan jubahnya.
Semua orang seakan telah menganggap kesalahan ini hanyalah kebiasaan. Sulit
untuk dirubah karena memang tak pernah dicoba dan berusaha.:*
T-Shirt.net - TitaniumTube Sports Bags
BalasHapusT-Shirt.net - TitaniumTube Sports titanium sheet Bags T-Shirt.net titanium bolts · titanium engine block T-Shirt.net. babyliss pro titanium T-Shirt.net · ford fiesta titanium T-Shirt.net. T-Shirt.net. T-Shirt.net. T-Shirt.